Antusiasme publik terhadap Kota Jeddah dan sekitarnya tampaknya tidak pernah surut, termasuk di kalangan selebriti tanah air. Akhir-akhir ini, berita tentang Bertrand Peto, anak angkat Ruben Onsu, mengungkapkan keinginannya untuk ikut dalam perjalanan umrah sang ayah angkat, menghadirkan perspektif baru bagi masyarakat yang masih bertanya-tanya mengenai aksesibilitas non-muslim ke kota di Arab Saudi ini.
Jeddah, Kota Gerbang Menuju Tanah Suci
Jeddah dikenal sebagai kota gerbang utama menuju tanah suci bagi umat Islam, yaitu Makkah dan Madinah. Kota ini adalah pintu masuk bagi mayoritas jamaah haji dan umrah. Terlepas dari citranya sebagai kota transit, Jeddah juga menawarkan banyak daya tarik budaya dan komersial yang menarik minat wisatawan dari seluruh dunia. Namun, pertanyaannya tetap: apakah non-muslim dapat mengunjungi Jeddah?
Aksesibilitas Jeddah bagi Non-Muslim
Secara hukum, non-muslim diperbolehkan mengunjungi Jeddah. Tidak ada peraturan resmi yang melarang warga non-muslim untuk berada di kota ini. Jeddah, sebagai salah satu pusat komersial terkemuka di Timur Tengah, juga menjadi rumah bagi banyak ekspatriat dari berbagai latar belakang agama. Namun, aksesibilitas ini datang dengan batasan, terutama dalam hal perjalanan ke Makkah dan Madinah yang diperuntukkan hanya bagi umat Islam.
Kisah Bertrand Peto dan Keinginan Berkunjung
Kisah Bertrand Peto yang ingin ikut dalam perjalanan umrah Ruben Onsu menggambarkan fenomena menarik bagi keluarga Indonesia dengan latar belakang agama yang berbeda. Walaupun Bertrand tidak dapat masuk ke area suci Makkah, keinginannya untuk turut serta menunjukkan betapa pentingnya ikatan keluarga dan spiritualitas bagi mereka. Bagi Ruben Onsu dan keluarga, umrah bukan hanya perjalanan religi, namun juga sebuah cara untuk mempererat hubungan keluarga.
Pandangan Bertrand tentang Jeddah dan Umrah
Kebanyakan non-muslim mungkin belum memiliki gambaran yang jelas tentang umrah. Namun, Bertrand menunjukkan bahwa rasa ingin tahu dan keinginan untuk memahami lebih dalam budaya dan keyakinan agama lain dapat menjadi motivator kuat. Meskipun tidak bisa mengikuti seluruh rangkaian umrah, perjalanannya ke Jeddah dapat menjadi pengalaman berharga yang memperkuat keakraban keluarganya dengan tradisi Islam. Bertrand berharap dapat menyaksikan kedamaian dan kesakralan perjalanan ini dari sudut pandangnya.
Kesempatan untuk Dialog Antarbudaya
Keinginan untuk menjelajahi Jeddah, meski dalam konteks berbeda, memberikan kesempatan bagi dialog dan pemahaman antarbudaya. Kota modern ini, dengan keanekaragaman masjid yang megah dan pasar tradisional yang hidup, berfungsi sebagai tempat di mana pertemuan lintas budaya dan agama dapat dinikmati dan dipahami lebih baik. Ini juga mencerminkan bagaimana interaksi yang sehat dapat memperkuat toleransi beragama dan sosial.
Kesimpulan
Dalam kesimpulannya, perjalanan Bertrand Peto yang tertunda ke Jeddah mencerminkan potensi besar untuk pembelajaran intercultural dan peningkatan toleransi di negara kita. Meskipun terbatas dalam akses pada kota suci, tetapi pengalaman di Jeddah sendiri bisa menjadi momen pembelajaran bagi non-muslim untuk merasakan sedikit dari kekayaan spiritual perjalanan umrah. Bagi masyarakat internasional, hal ini menunjukkan bahwa batasan agama dan budaya tidak harus menjadi penghalang dalam mencapai pemahaman dan penghargaan yang lebih dalam terhadap satu sama lain.
